Selasa, 06 Maret 2012

Janji Setia Hanya di Bibir

images-3
"Janji tinggal janji." Ungkapan itu cocok untuk kisah cinta yang dialami Weni. Tono, kekasihnya telah berbohong. Janji setia dan akan menikahi Weni, tidak pernah ditepati. Bahkan di depan mata Weni, Tono berduaan dengan wanita lain.

SEJAK memutuskan berpisah dengan Tono enam bulan lalu, Weni berusaha betul-betul melupakan Tono. Weni tidak ingin terpuruk dalam kesedihan karena sudah dikhianati. Toh tidak ada gunanya juga aku, berlarut dalam duka.

Mundur kebelakang, sebenarnya aku tidak begitu mudah menerima Tono untuk mengisi relung hati ini. Aku dipertemukan dengan Tono di sebuah acara amal. Tanpa sengaja saling bertegur sapa dan akhirnya dilanjutkan dengan bertukar nomor handphone.

Keakraban berlanjut dengan kopi darat. Dari hanya sekedar ingin berteman saja lama kelamaan Tono menyatakan cinta kepadaku. Aku sempat ragu untuk menerima cinta Tono, karena baru putus dari Ferry. Aku tak tahan bersama Ferry yang mempunyai sifat temperamen.

Tono tidak mundur begitu saja. Dengan sabar menunggu jawaban dariku. Tono selalu mengatakan ingin serius menjalin hubungan denganku. Bahkan untuk menunjukkan keseriusannya Tono memberi aku cincin, walaupun tidak bertunangan.

Tono juga berusaha meyakinkan akan setia dan mejagaku. Perkataan Tono itu dibuktikannya dengan seringnya Tono mengantar aku pergi ke mana saja. Kasihan, apalagi Tono juga bekerja, aku minta secara halus agar Tono tidak terlalu mengkhawatirkan aku. Tono bisa menerima dan berjanji untuk mencoba jujur satu sama lain karena aku ingin cinta ini berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu pernikahan.

Ternyata aku salah besar. Tono berkhianat. Janji yang selalu diucapkan dan diumbarnya tidak terbukti, malah aku harus mengalami rasa sakit karena dikhianati. Entahlah, mungkin Tuhan sangat sayang kepadaku, hingga aku ditunjukkan dengan mataku sendiri kalau pria yang sudah kupercaya dan kuharapkan bisa menjadi pendamping hidupku ternyata hanyalah pria pembohong besar yang bisa membagi cinta kepada siapa saja.

Tak perlu lagi aku mendengarkan penjelasan dari Tono, karena sudah menyaksikan langsung bagaimana Tono dan wanita itu bermesraan di depan umum. Mereka tampak seperti sepasang suami istri, apalagi wanita itu tak sungkan-sungkan untuk menggelayutkan tangannya. Kalau kuingat kejadian itu tambah benci saja aku dengan Tono. Saat ini aku berusaha membuang jauh-jauh kenangan bersama Tono, apalagi Tono sepertinya tak menyesali perbuatannya itu. (*)

Sumatera Ekspres, Minggu, 8 November 2009.

0 komentar:

Posting Komentar